Beranda | Artikel
Fikih Muamalah: Beli Kredit, Jual Tunai
Minggu, 1 Juni 2014

Hukum Beli Kredit, Jual Tunai

Tanya:

Assalamu’alikum..

Ustadz, saya ingin menanyakan.. Bagaimana hukum jual beli rumah atau tanah? Dan bagaimana hukumnya apabila kita beli rmh kemudian rmh tersebut kita byr sebagian ( blm lunas dan tidak kridit di bank)  kemudian kita jual lagi dg harga yg lebih tinggi dari kita beli dan kita mendapat keuntungan dari penjualan rmh yg belum lunas tadi.. Apakah termasuk riba? Trimakasih byk… Wassalam

M Ali Sadikin

Jawab:

Wa alaikumus salam wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Skema jual beli seperti yang disampaikan penanya dalam istilah fikih muamalah, dinamakan bai’ tawarruq. Membeli dengan kredit, dan sebelum lunas, barang sudah dijual kembali.

Ada dua bentuk transaksi untuk kasus membeli barang dengan kredit, dan sebelum lunas, barang sudah dijual kembali.

Pertamabai’ inah [بيع العينة].

Menurut definisi sebagian ulama, yang dimaksud bai’ inah

أن يبيع سلعة بثمن معلوم إلى أجل، ثم يشتريها من المشتري بأقل ليبقى الكثير في ذمته

Menjual barang secara kredit dengan angsuran tertentu, kemudian membeli lagi barang itu secara tunai dengan harga lebih murah, dan sementara utang kredit tetap menjadi tanggungan pembeli. (Subulus Salam, 2/57).

Sebagai ilusrasi

Paijo menjual iPhone kredit seharga 10 jt kepada Bejo. Setelah Bejo menerima barang, Paijo langsung membeli iPhone itu dari Bejo secara tunai dengan harga 8 jt.

Konsekuensi dari transaksi ini

  1. Barang iPhone tetap dibawa Paijo
  2. Bejo pulang dengan membawa uang 8 jt
  3. Bejo memiliki tanggungan mengangsur 10 jt kepada Paijo atas pembelian iPhone secara kredit seharga 10 jt.

Jual beli semacam ini disebut bai’ inah dari kata ainul mal (harta asli), dimana dalam sistem jual beli ini, ainu mal al-bai’ (harta asli penjual) kembali kepada dirinya, dan tidak berpindah ke pembeli. Dalam ilustrasi di atas, iPhone tetap menjadi milik penjual, Paijo. (Subulus Salam, 2/57).

Ada juga yang mengatakan, disebut bai’ inah dari kata i’anah yang artinya pertolongan.

Keduabai’ tawarruq [بيع التورق]

Pengertian bai’ tawarruq, sebagaimana keterangan Majma’ al-Fiqh al-Islami, lembaga kajian fikih di bawah Rabithah,

شراء سلعة في حوزة البائع وملكه بثمن مؤجل ، ثم يبيع المشتري بنقد لغير البائع للحصول على النقد –الورق

Membeli barang secara kredit dari penjual, kemudian pembeli menjual kembali secara tunai kepada selain penjual pertama, untuk mendapatkan uang tunai. (Majalah al-Majma’, edisi 15, keputusan no. 5, 11 Rajab 1419 H).

Sebagai ilustrasi

Bejo membeli mobil seharga 80 jt kredit dari Paijo. Angsuran selama 1 tahun, DP 5 jt. Setelah seminggu pemakaian, oleh Bejo, mobil itu dijual ke Dalijo tunai seharga 75 jt.

Konsekuensi transaksi ini:

  1. Mobil menjadi milik Dalijo
  2. Bejo mendapat uang tunai 75 jt
  3. Bejo menanggung utang 80 jt kepada Paijo

Skema jual beli dinamakan tawarruq dari kata al-wariq [الورق] yang artinya uang. Karena tujuan utama jual beli ini adalah mendapatkan uang tunai (Tahdzib Sunan Abi Daud, 5/108).

Kajian Hukum

Pertama, jual beli ’inah

Mayoritas ulama – madzhab hanafiyah, malikiyah, dan hambali – menegaskan bahwa skema jual beli ‘inah sebagaimana di atas hukumnya terlarang.

Diantara dalil yang menunjukkan larangan ini adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud 3462 dan dishahihkan al-Albani)

Disamping dalil di atas, alasan lain haramnya jual beli ’inah dengan skema di atas, bahwa hakekat skema jual beli di atas adalah transaksi riba. Sementara barang yang ditransaksikan, hanyalah kemuflase.

Dari ilustrasi di atas, transaksi sejatinya BUKAN Paijo menjual iPhone itu kepada Bejo, namun Paijo meminjamkan uang 8 jt kepada Bejo dan dia berkewajiban mengangsur 10 jt kepada Paijo.

Kedua, jual beli tawarruq

Ulama berbeda pendapat tentang hukum jual beli tawarruq.

Sebagian ulama berpendapat, jual beli tawarruq dengan skema di atas, hukumnya terlarang. Ini merupakan salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad, dan pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qoyim.

Mereka berdalil bahwa bai’ tawarruq termasuk bai’ mudthar (jual beli karena terpaksa). Karena penjual butuh uang, sehingga barang dijual murah. Sementara dalam hadis dinyatakan,

نهى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عن بيع المضطر، وبيع الغرر، وبيع الثمرة قبل أن تدرك

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli mudthar (dari orang yang terpaksa), jual beli gharar (ketidak jelasan), dan menjual buah sebelum diketahui kelayakannya. (HR. Abu Daud 731).

Hanya saja, hadis ini adalah hadis lemah sebagaimana keterangan al-Albani, sehingga tidak bisa jadi dalil.

Sementara mayoritas ulama berpendapat bahwa jual beli tawarruq hukumnya mubah. Karena hukum asal jual beli adalah mubah selama tidak ada unsur yang terlarang. Allah berfirman,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)

Dan dalam skema tawarruq tidak ada unsur riba. Tidak sebagaimana jual beli ‘inah yang hakekatnya adalah utang dengan adanya tambahan dalam pelunasan. Dan itu riba.

Diantara yang memfatwakan bolehnya tawarruq adalah Majma’ al-Fiqh al-Islami, lembaga fikih di bawah Rabithah Alam Islami, dalam Muktamar ke-15, pada bulan Rajab 1419 H.

Hal yang sama juga difatwakan Imam Ibnu Baz. Beliau mengatakan,

التورق معاملة معروفة عند أهل العلم ، فيها خلاف بين أهل العلم ، والصواب أنه لا بأس بها

Tawarruq adalah transaksi yang sudah dikenal para ulama. Ada perbedaan pendapat diantara ulama, dan yang benar, jual beli ini dibolehkan. (http://www.binbaz.org.sa/mat/12917).

Kemudian, ada sebagian ulama – sebagaimana keterangan Dr. Muhammad at-Thayar – yang  memberikan syarat bolehnya melakukan jual beli tawarruq,

  1. Pembeli membutuhkan uang, sehingga harus menjual barangnya yang masih dia kredit. Jika tidak membutuhkan, tidak boleh jual beli tawarruq
  2. Pembeli tidak memungkinkan bisa mendapatkan uang dengan cara mubah lainnya. Jika memungkinkan baginya untuk mendapatkan pinjaman uang dengan cara mubah lainnya, tidak boleh melakukan jual beli tawarruq.
  3. Barang yang dibeli harus selesai serah terima dan sudah dipindahkan ke tempat pembeli. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menjual barang yang baru kita beli, hingga kita memindahkan barang itu ke tempat pembeli,.

Suumber: http://www.mahaja.com/showthread.php?3025-بيع-التورق-صورته-وحكمه

Demikian,

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits

Pengusahamuslim.com

Dukung kami dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3968-fikih-muamalah-beli-kredit-jual-tunai.html